Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh - sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan

Rabu, 02 Februari 2011

Sejarah Lingkungan Hidup di Indonesia

Pengelolaan dan pembangunan lingkungan hidup di Indonesia relatif belum lama dan baru dirintis menjelang Pelita III. Namun demikian, dalam waktu yang pendek itu Indonesia telah banyak berbuat untuk mulai mengelola lingkungan hidupnya. Hasil utama pengembangan lingkungan hidup ini nampak pada munculnya kesadaran dan kepedulian di kalangan masyarakat. Antara lain nampak dalam peningkatan upaya swadaya masyarakat seperti tercermin dalam kegiatan nyata dan keterlibatan masyarakat umum dalam memecahkan masalah pencemaran di daerah. Padahal, 20 tahun sebelumnya, istilah lingkungan hidup itu sendiri belum begitu dikenal.

Konsep dan kebijakan lingkungan hidup selama Pembangunan Jangka Panjang (PJP) Pertama mengalami perkembangan yang sangat berarti. Selama Pelita III bidang lingkungan hidup ditangani oleh Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Men-PPLH) dengan prioritas pada peletakan dasar-dasar kebijaksanaan “membangun tanpa merusak”, dengan tujuan agar lingkungan dan pembangunan tidak saling dipertentangkan.

Sabtu, 29 Januari 2011

"Green Finance" Bisa Jadi Solusi Perubahan Iklim

Jakarta (ANTARA News) - Konsep green finance atau pengucuran modal dengan menggunakan prinsip ramah lingkungan bisa menjadi solusi dari sektor finansial untuk mengatasi dampak perubahan iklim global.

"Ada dua ancaman serius, yaitu masalah penggunaan energi dan lingkungan hidup yang bisa diatasi dengangreen finance," kata Special Advisor Head Environment Finance Japan Bank for International Cooperation (JBIC) Takashi Hongo dalam diskusi tentang green financeyang digelar Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) di Jakarta, Kamis.

Namun, menurut Hongo, untuk menerapkan konsepgreen finance secara nyata dibutuhkan tekad dari badan finansial, baik swasta maupun pemerintah, untuk mengeluarkan investasi dalam jumlah yang besar. 

Selain itu, penerapan green finance membutuhkan kemajuan teknologi yang dapat mengurangi dampak perubahan iklim.

Ia mencontohkan, sejumlah nelayan di Jepang beberapa tahun lalu memutuskan untuk menggunakan teknologi LED (light emitting diode) akibat mahalnya harga bahan bakar yang biasa dipakai untuk melaut.

Perlindungan Lingkungan Hidup Perlu SDM Handal

Palembang (ANTARA News) - Pelestarian fungsi lingkungan hidup dan pencegahan terjadinya pencemaran atau pengrusakan, sangat bergantung pada perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup itu sendiri dengan dukungan sumberdaya manusia yang handal, kata pejabat Kementerian Lingkungan Hidup.

"Perlu standardisasi kompetensi personel di bidang lingkungan hidup yang mengedepankan mereka serta berkemampuan baik, handal dan akuntabel," kata Sudaryono, Deputi VII Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas, di Palembang, Sabtu.

Pada seminar yang diselenggarakan Universitas Palembang, bertemakan Optimalisasi Penerapan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Sudaryono mengingatkan agar tenaga yang dipekerjakan untuk mengelola lingkungan benar-benar mampu menjalankan tugasnya secara baik.

Menurut dia, upaya yang harus dilakukan untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan, yaitu dengan cara sistematis dan terpadu baik dalam perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukumnya.

Dia menegaskan, dengan berlaku UU tersebut merupakan representasi bagi masyarakat dalam menjaga dan merawat kelestarian lingkungan yang akhir-akhir ini kondisinya semakin memprihatinkan.

"Tinggal saja, apakah sumber daya manusia yang ada mampu dalam penerapan aturan tersebut, hingga pada penegakan hukumnya," ujar dia lagi.

Rabu, 26 Januari 2011

Air Tanah Jakarta yang Semakin Asin

Kompas - 16 Januari 2011

Pekan lalu, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta inspeksi mendadak sumur bor dalam ke empat tempat di Jakarta Utara, yakni Marunda, Pegangsaan, Cilincing, dan Sunter. Di empat lokasi itu ditemukan dua sumur ilegal dan lima sumur bor dengan meteran bermasalah. Oleh karena tidak berizin dan tanpa meteran, mereka menyegel ketujuh sumur itu.

Sebelumnya, sidak juga berlangsung di kawasan Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP). Dari 40 perusahaan yang ada di JIEP, terdapat 18 sumur dalam, 30 sumur pantek, 14 sumur dengan meteran tidak beroperasi, dan 3 sumur ilegal. Sedangkan di Jalan Raya Bogor, dari 48 perusahaan yang ada juga ditemukan 62 sumur bor, 51 sumur pantek, 18 sumur bermeteran rusak, serta 20 sumur ilegal.

Fenomena kemunculan sumur-sumur ilegal, baik sumur bor maupun sumur pantek di DKI Jakarta kian mengkhawatirkan. Hingga Agustus 2010, jumlah sumur bor dalam di DKI Jakarta berjumlah 4.011 sumur dengan jumlah penyedotan air sekitar 20 juta meter kubik per tahun. Perlu diketahui, jumlah itu hanya berasal dari konsumsi industri, belum termasuk konsumsi air tanah oleh rumah tangga serta kegiatan usaha lainnya yang tidak terpantau.

ISU-ISU STRATEGIS & PERMASALAHAN AIR MINUM

Terdapat isu isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan air minum dalam kerangka MDG pada tahun 2015. Isu isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dengan Dep. Kimpraswil, Dep. Kesehatan dan Bappenas. Selain itu isu-isu strategis yang dihasilkan dalam diskusi Waspola di Bogor pada tanggal 27 Agustus 2003, dijadikan acuan.

Isu isu tersebut dijelaskan dibawah ini :

MAKIN BANYAK SUMUR DI YOGYA TERCEMAR; Limbah Melimpah, Air Bersih Sulit Dicari

Kedaulatan Rakyat - 17 April 2006
Hampir setiap hari warga di wilayah Yogya mengonsumsi air yang tak layak minum. Banyak sumur tercemar, baik karena limbah rumah tangga maupun pabrik. Padahal, untuk berlangganan air PDAM tak semua warga mampu, apalagi membeli air mineral yang harganya terus melambung. Bagaimanapun, setiap orang berhak memperoleh air yang bersih, sehat dan layak konsumsi. Pemerintah mestinya ikut bertanggungjawab mewujudkan hak tersebut. 

SEJAK November 2005, Moch Jasin, warga kecamatan Gondokusuman, tak bisa lagi memanfaatkan air sumur untuk keperluan makan dan minum. Sebab, air sumur yang dulu jernih, warnanya berubah menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk--terutama pada musim hujan. Lantaran air sumurnya tidak layak konsumsi, maka untuk keperluan sehari-hari Jasin bersama dua keluarga yang lain terpaksa mengambil air dari tetangga. Sedangkan untuk mengatasi sumber pencemaran--diduga berasal dari limbah perusahaan di sebelah rumahnya--Jasin menjalin kerjasama dengan pihak terkait, termasuk Walhi dan BBTKL.

Kendalikan Pengeboran Sumur

KOMPAS Rabu, 29 September 2010 | 13:47 WIB
Penurunan air tanah perlu diwaspadai. Meskipun kondisi penurunan air tanah di DIY belum parah, upaya pencegahan penurunan air tanah harus dilakukan. Salah satunya dengan pengendalian pengeboran sumur dalam di perkotaan.
Menurut Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Mochammad Amron, bencana penurunan air tanah terjadi di berbagai kota besar seperti Bandung, Jakarta, dan Semarang. "Kondisi tanah Yogyakarta yang berpasir menyebabkan kondisi penurunan air tanahnya tidak separah kota besar lain," kata Amron di Yogyakarta, Selasa (28/9).
Penurunan air tanah, ujar Amron, bisa berdampak pada intrusi air asin dan banjir. Intrusi air asin yang menyebabkan air tanah tak lagi bisa dikonsumsi ataupun bencana banjir semakin dipicu tingginya curah hujan. Turunnya tanah terutama dipicu pengeboran sumur dalam yang tidak terkendali. "Penurunan air tanah paling parah terjadi di kota besar serta kota pesisir," papar Amron.
Permintaan pengeboran air dalam oleh industri seperti perhotelan di DIY juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Amron mengimbau pemerintah daerah lebih selektif mengeluarkan izin pengeboran sumur dalam. Pemerintah daerah harus membuat beragam peraturan terkait pengendalian kebijakan pengeboran sumur dalam dengan kedalaman lebih dari 50 meter.

Jumat, 21 Januari 2011

DAMPAK USAHA PETERNAKAN AYAM BROILER

Oleh: AGUS SUSILO (E2A010008)
ABSTRAK
Usaha peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan karena tingginya permintaan daging dan merupakan usaha yang sangat menguntungkan. Tetapi banyak peternak  masih mengabaikan masalah lingkungan, sehingga  masyarakat banyak yang mengeluhkan keberadaan usaha peternakan tersebut. Selain menimbulkan dampak pencemaran lingkungan seperti polusi udara (bau), banyaknya lalat yang berkeliaran di kandang dan lingkungan sekitarnya, dan  ketakutan masyarakat akan virus Avian Influenza atau flu burung (H5N1). Untuk mengatasi dampak usaha peternakan tersebut dapat dilakukan dengan cara pemberian zeolit pada pakan, penambahan  kapur pada kotoran dan penggunaan mikroba probiotik starbio pada pada pakan sehingga kadar amonia menurun sehingga dapat mengurangi bau yang tidak enak, untuk mengurangi keberadaan  lalat bisa dengan dengan menjaga kebersihan kandang, dan bisa diberantas dengan cara biologis, kimiawi,elektrik dan tehnik. Sedangkan untuk mencegah terjangkitnya virus flu burung bias dilakukan dengan mengurangi kontaminasi dengan unggas, alat dan bahan yang dicurigai tercemar virus, cuci tangan dengan sabun dan sikat, memakai masker, menggunakan pelindung wajah, pakaian pelindung, sarung tangan, dan sepatu boot.